
Tarif Trump Mulai Berlaku: Brasil dan India Dikenai Hingga 50%
Rekam Digital ,Surabaya, – Kebijakan perdagangan Presiden Donald Trump kembali mengguncang dunia. Per tanggal 7 Agustus 2025, tarif Trump resmi diberlakukan, dengan Brasil dan India menjadi dua negara yang dikenai tarif tertinggi—hingga 50%. Kebijakan ini disebut sebagai bagian dari strategi proteksionisme ekonomi Trump di periode kepresidenannya yang kedua.
Kebijakan ini memicu reaksi keras dari berbagai negara dan menimbulkan kekhawatiran akan efek domino terhadap rantai pasok dan perdagangan global.
Mengapa Brasil dan India?
Kedua negara dinilai oleh pemerintahan Trump sebagai “mitra dagang tidak adil”. Berikut alasan pemberlakuan tarif tinggi:
-
Brasil dikenai tambahan tarif 40% sebagai penalti atas dugaan pelanggaran HAM dan campur tangan dalam kebijakan demokrasi. Bersama tarif dasar 10%, total tarif menjadi 50%.
-
India mendapatkan penalti tarif 25% karena terus mengimpor minyak dari Rusia, di atas tarif dasar 25%. Total tarif juga menjadi 50% dan akan berlaku efektif mulai 27 Agustus 2025.
Trump menyebut kebijakan ini sebagai langkah untuk “melindungi kepentingan nasional Amerika” dan “mengembalikan pekerjaan ke dalam negeri.”
Respons Brasil dan India
Kedua negara tidak tinggal diam.
-
Presiden Brasil Lula da Silva mengutuk kebijakan ini dan menyebutnya “agresif dan sepihak.” Ia menggalang dukungan diplomatik melalui BRICS untuk melawan kebijakan tarif AS.
-
Perdana Menteri India Narendra Modi menegaskan bahwa negaranya tidak akan tunduk pada tekanan. Ia menyampaikan bahwa India akan melindungi kepentingan petani dan eksportir, serta memperkuat hubungan dagang dengan negara-negara Asia dan Afrika.
Dampak Ekonomi Global
Kebijakan ini tidak hanya memengaruhi Brasil dan India, tetapi juga:
-
Mengganggu rantai pasok global, terutama sektor pertanian, farmasi, dan energi.
-
Menyebabkan kenaikan harga barang impor di AS, yang diperkirakan akan mengurangi daya beli rumah tangga hingga $2.400 per tahun.
-
Mendorong negara-negara BRICS untuk mempercepat integrasi ekonomi mereka dan mengurangi ketergantungan pada dolar AS.
-
Menimbulkan kekhawatiran di pasar global, termasuk potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia hingga 3%, menurut data PBB.
Apa yang Bisa Terjadi Selanjutnya?
Jika kebijakan tarif ini berlanjut tanpa negosiasi, analis memprediksi akan terjadi:
-
Perang dagang terbuka antara AS dan blok BRICS.
-
Relokasi jalur perdagangan global ke Asia Tenggara dan Afrika.
-
Potensi boikot dagang terhadap AS oleh negara berkembang.
APLIKASI PENGHASIL UANG TERCEPAT 2025
Baca juga : Heboh 3.200 Perakit Jet Tempur Boeing Mogok Kerja, Ada Apa?