
Siapkah NATO Menghadapi Ancaman Perang Drone Rusia?
Rekam Digital ,Surabaya, – Konflik antara Rusia dan Ukraina sejak 2022 telah berkembang ke berbagai bentuk peperangan modern. Salah satunya adalah penggunaan drone secara massal. Kini, pada September 2025, NATO menghadapi perang drone Rusia secara langsung, terutama di wilayah perbatasan seperti Polandia, Lithuania, dan Rumania.
Pertanyaannya, siapkah NATO menghadapi perang drone yang cepat, murah, dan sulit dideteksi ini?
Ancaman Nyata: Drone Rusia Masuk Wilayah NATO
Awal September 2025 menandai lonjakan insiden pelanggaran udara oleh drone militer Rusia. Salah satu insiden terbesar terjadi pada 9–10 September, ketika puluhan drone Rusia menerobos wilayah udara Polandia.
Beberapa drone berhasil dihancurkan oleh jet tempur F-35 milik Belanda yang tergabung dalam operasi NATO. Namun, insiden ini menyebabkan kekhawatiran besar di kalangan negara anggota, hingga memicu pemanggilan Article 4, yaitu konsultasi darurat antar anggota NATO saat ada ancaman keamanan serius.
Sebagai respon cepat, NATO meluncurkan Operasi Eastern Sentry mulai 12 September 2025, dengan tujuan memperkuat pertahanan sayap timur aliansi. Operasi ini mencakup pengerahan sistem radar, drone penangkal, hingga peningkatan patroli udara secara intensif.
Kekuatan NATO: Respons Cepat dan Koordinasi
NATO menunjukkan kesiapan awal yang solid:
-
Jet tempur dari berbagai negara, seperti Belanda dan Jerman, aktif mengintersepsi drone musuh.
-
Sistem radar canggih dan anti-drone seperti Patriot dan NASAMS mulai diperkuat di zona kritis.
-
Aliansi meningkatkan koordinasi intelijen dan berbagi data real-time antar negara anggota.
Kerja sama dengan negara mitra seperti Ukraina, yang telah berpengalaman menghadapi drone Rusia, juga turut meningkatkan efektivitas taktik NATO.
Kelemahan NATO: Biaya Mahal vs Ancaman Murah
Meski cepat merespons, NATO masih menghadapi beberapa tantangan besar:
-
Biaya tinggi dalam menghadapi serangan drone murah. NATO mengerahkan pesawat tempur senilai jutaan dolar untuk menjatuhkan drone senilai ribuan dolar.
-
Keterbatasan sistem deteksi drone kecil, terutama di wilayah luas dan berbukit seperti di Rumania dan Baltik.
-
Ketiadaan sistem standar anti-drone di seluruh anggota NATO. Beberapa negara belum memiliki pertahanan udara skala penuh atau sistem AI yang dapat mendeteksi dan merespons serangan swarm (gerombolan drone).
Langkah Strategis: Apa yang Sudah dan Harus Dilakukan?
✅ Sudah Dilakukan:
-
Peluncuran Operasi Eastern Sentry
-
Penambahan sistem pertahanan udara di Polandia, Lithuania, dan Latvia
-
Latihan militer gabungan anti-drone dengan Ukraina dan negara Baltik
-
Penerapan intelijen real-time antar negara NATO
❗ Yang Masih Perlu Ditingkatkan:
-
Pengembangan sistem anti-drone otonom berbasis AI
-
Interoperabilitas sistem radar dan drone antara negara anggota
-
Standarisasi protokol serangan cepat terhadap pelanggaran udara
-
Peningkatan produksi massal drone penangkal oleh industri pertahanan Eropa
NATO Belum Sepenuhnya Siap
Saat ini, NATO belum sepenuhnya siap menghadapi perang drone Rusia secara skala penuh. Meski ada upaya signifikan, tantangan seperti kecepatan serangan drone, taktik kamuflase, dan serangan elektronik membutuhkan solusi lebih strategis dan modern.
Namun, NATO menunjukkan komitmen kuat untuk beradaptasi. Dengan peningkatan koordinasi, investasi pertahanan udara, dan kerja sama militer yang lebih erat, aliansi ini masih memiliki peluang besar untuk memenangkan babak baru peperangan modern ini.
Baca juga : Eropa Percepat Sanksi Energi ke Rusia di Tengah Tekanan Politik